Sex dan Keluarga

Hindari Kalimat ini saat bicara dengan anak
Secara tidak sadar, orangtua kerap mengucapkan perkataan yang sebenarnya bisa berdampak negatif pada anak. Anak dapat menjadi tidak percaya diri, sedih atau membenci orang lain.


"Kita memang bermaksud baik, tapi terkadang kita mengatakan sesuatu hal tanpa memikirkan bagaimana anak menerimanya," ujar Amy McCready, pendiri Positive Parenting Solutions dan juga penulis 'If I Have to Tell You One More Time...'.

Berikut ini bagian pertama dari 10 perkataan yang menurut Amy, sebaiknya orangtua pikir dulu dua kali sebelum mengucapkannya pada anak, seperti dikutip dari Womans Day:

1. "Aku Tahu Kamu Bisa Berusaha Lebih Keras"

Orangtua bisa merasa sedih atau khawatir saat tahu anak yang mereka pikir bisa lebih baik dalam urusan sekolah, olahraga atau hobinya ternyata tidak berusaha maksimal. Terkadang beberapa orangtua sampai tega mengatakan bahwa si anak terlalu pemalas.

Menurut Amy, perkataan yang menunjukkan ketidakpuasaan orangtua atas usaha anaknya, bisa semakin tidak memotivasi anak untuk berusaha lagi. Ia menyarankan kalau memang Anda bermaksud mendorongnya untuk lebih berusaha, buat dia termotivasi dengan apa yang memang Anda harapkan.

"Kalau kamu punya kamar yang bersih, kamu boleh menonton film favorit," ujar Amy memberi contoh.

2. "Benar Mau Makan Kue Lagi?"

Perkataan di atas sebenarnya bertujuan baik. Anda ingin anak lebih sehat dengan tidak terlalu banyak makan makanan manis.

Namun dengan mengucapkan hal seperti di atas, ucapan tersebut bisa membuat anak berpikir tentang imej tubuh yang negatif. Ketimbang dengan perkataan, Amy menyarankan, kalau memang orangtua ingin anaknya makan makanan yang sehat, lakukan dengan tindakan.

Misalnya saja, stop menyimpan makanan tidak sehat dan ganti dengan snack sehat. Beri contoh pada anak pentingnya olahraga. Dorong anak untuk lebih banyak beraktivitas ketimbang hanya duduk menonton televisi atau main game.

Dalam urusan makan, cobalah juga untuk tidak melabeli anak. Misalnya saja dengan menyebut dia, "Ini anak yang tidak mau makan sayur" atau "Ini anakku yang suka makan". Cukup beri komentar positif kalau memang anak mau makan sayur atau makanan sehat lainnya.

3. "Kamu Selalu..." atau "Kamu Tidak Pernah..."

Orangtua terkadang secara refleks mengucapkan dua kalimat di atas saat melihat anak melakukan kebiasaan buruknya. Misalnya saja, "kamu nggak pernah menaruh sepatu di tempatnya" atau "kamu selalu saja bangun kesiangan".

Psikolog yang juga penulis 'A to Z Guide to Raising Happy, Confident Kids', Jenn Berman, PhD, mengatakan, Anda para orangtua sebaiknya berhati-hati pada dua kalimat di atas. "Perkataan itu bisa menjadi label yang melekat seumur hidup dalam diri anak," ujarnya.

Menurut Berman, apa yang dikatakan orangtua tentang anak, bisa membuat anak melakukan hal tersebut. Dengan mengatakan pada anak kalau dia selalu saja bangun kesiangan, misalnya, si anak akan menjadi orang yang memang kerap bangun siang.

Ketimbang melabelinya, Berman menyarankan agar orangtua membantu anak agar bisa mengubah kebiasaan buruknya itu. "Aku melihat kamu suka bangun siang. Bagaimana ya biar kamu bisa bangun pagi," begitu perkataan yang disarankan Berman.

4. "Kenapa Kamu Tidak Bisa Seperti Kakakmu/Adikmu?"

Amy mengungkapkan, hubungan saudara dan persaingan memang jadi suatu hal yang sulit dipisahkan. Sehingga perbandingan yang diucapkan orangtua hanya akan semakin memanaskan persaingan tersebut.

Ia mencontohkan, kalau Anda mengucapkan, "Kakakmu berlatih piano dan dia luar biasa, kenapa kamu tidak bisa?", berarti Anda mengatakan pada anak kalau piano adalah kehebatan kakaknya, bukan dia.

"Perbandingan membuat kakak-beradik merasa dikotak-kotakkan, 'si pintar', 'si atlet', sehingga membuat anak kurang bersemangat untuk mencoba hal yang mereka rasa bukan bidangnya," tutur Amy.

5. "Ayah/Ibu Sudah Bilang Kan"

Seberapa sering Anda mengucapkan kalimat di atas saat anak melakukan kesalahan yang sebelumnya memang sudah Anda peringatkan? Menurut Amy, perkataan tersebut malah bisa membuat anak merasa orangtuanya selalu benar dan dia selalu salah.

Ketimbang mengatakan kalimat di atas, ketika anak melakukan kesalahan, bantu dia menemukan solusi atas masalahnya. Misalnya saja, Anda sebelumnya sudah meminta anak stop bermain video game dan segera belajar karena dia besok akan ada ulangan di sekolah. Setelah hasil ulangan dibagikan, nilanya ternyata tidak memuaskan.

Saat situasi di atas terjadi, jangan katakan 'Sudah ibu bilang kan'. Tapi justru ucapkan hal yang memotivasinya untuk berusaha lebih baik lagi. Misalnya dengan mengatakan padanya bagaimana agar dia bisa membagi waktu antara belajar dan bermain.

Amy juga menyarankan pada orangtua untuk memberitahukan anak apa efek positif kalau dia mengikuti perkataan Anda. Misalnya saja kalau dia mau belajar sebelum ulangan, katakan padanya, "Bukankan jadi lebih mudah untuk belajar tidak di saat waktu yang sudah mepet". Pastikan efek positif itu memang bermanfaat untuknya bukan Anda.

6. "Kamu Paling Hebat Kalau Main Bola"

Memang memuji anak saat mereka melakukan suatu hal yang luar biasa penting dilakukan. "Tapi pujian itu juga bisa berdampak buruk karena itu membatasinya," ujar McCready.

Selalu mengatakan pada anak, bahwa mereka anak yang pintar atau hebat, menurut McCready, bisa membuat anak takut mencoba hal-hal baru atau yang lebih menantang. "Anak takut dia tidak akan dianggap pintar lagi kalau dia hanya mendapat B bukan A," tuturnya. Anak takut dan merasa buruk karena tidak bisa memenuhi 'label' yang sudah diberikan orangtua mereka.

Ketimbang memuji berlebihan, McCready menyarankan orangtua fokus pada usaha anak dan bagaimana mereka bekerja keras. Misalnya dengan mengatakan, "berusahalah yang terbaik" atau "ibu bangga kamu sudah belajar dan dapat nilai A".

7. "Jangan Takut, Hari Pertama Sekolah Pasti Baik-baik Saja"

"Kalau Anda menyuruh anak untuk tidak merasa khawatir, Anda menghilangkan perasaannya," ujar Psikolog yang juga penulis 'A to Z Guide to Raising Happy, Confident Kids', Jenn Berman, PhD. Perkataan Anda tersebut juga tetap tidak menghilangkan kekhawatiran anak.

"Dia tetap merasa khawatir soal hari pertama sekolahnya dan dia juga semakin bertambah khawatir karena merasa khawatir," tutur Dr. Berman.

Ketimbang mengatakan 'jangan takut' atau 'jangan sedih', katakan 'ibu tahu kamu takut. Coba kasih tahu apa yang bikin kamu takut?'.

8. "Karena Aku Bilang Begitu"

Dengan mengatakan kalimat di atas, Anda akan terkesan sebagai orangtua yang otoriter. "Anda tidak menganggap kemampuan anak untuk belajar mandiri atau menyelesaikan masalah," ujar Dr. Berman.

Selain itu, ucapan tersebut juga akan membuat anak merasa tidak didengar keingiannya. Misalnya saja, saat Anda mengajak anak ke rumah tantenya, tapi dia sebenarnya lebih memilih bermain. Ketimbang mengaakan 'Karena aku menyuruhmu ke sana', bilang pada anak "Aku tahu kamu lebih suka main, tapi tante senang sekali kalau ketemu kamu".

Dengan ucapan itu, meskipun anak akan tetap mengeluh, setidaknya dia tahu keingiannya didengar. Anak juga bisa belajar dan melihat bagaimana Anda menjaga hubungan dengan keluarga.

9. "Aku Ingin Kamu Tidak Main Sama Dia. Ibu Nggak Suka Anak Itu"

"Saat Anda mengatakan kalimat di atas, anak akan jadi semakin tertarik untuk bermain dengannya," ujar Dr. Berman. Jadi sebaiknya, pikirkan dulu kenapa Anda tidak suka anak bermain dengan salah satu temannya. Apakah temannya itu Anda anggap berdampak buruk atau membahayakannya? Setelah tahu penyebabnya, ajak anak mengobrol.

"Tanya anak misalnya, kenapa dia suka bermain dengan temannya itu? Apa yang biasa mereka lakukan," tutur Dr. Berman. Dengan mengobrol ini, Anda membuka jalur komunikasi dengan anak. Nantinya anak juga bisa tahu apakah memang si teman anak baik atau bukan.

10. "Bukan Begitu Caranya. Sini Ibu Tunjukkan"

Anda minta tolong pada anak untuk menyapu lantai. Tapi ternyata dia kurang bisa mengerjakannya dengan baik. Sehingga Anda pun langsung mengambil alih apa yang sedang ia lakukan dan mengatakan kalimat di atas.

"Cara itu kurang benar karena anak tidak akan pernah belajar bagaimana melakukannya dan dia juga jadi kurang berminat untuk mencoba lagi apapun tugas yang Anda berikan," ucap Dr. Berman.
Eny – wolipop.com




Cara-Cara Sederhana Atasi Konflik Rumah Tangga
Perbedaan pendapat dan konflik merupakan hal yang tak bisa dihindari ketika menikah. Namun Anda bisa membuat konflik tersebut lebih mudah diatasi dengan tiga cara sederhana dari pakar pernikahan dan penulis buku 'Five Simple Steps to Take Your Marriage from Good to Great (Random House)', Dr Terri Orbuch. Seperti yang dikutip dari sheknows, berikut tiga cara sederhana tersebut.

1. Pilih Kata-kata dengan Baik
Saat berdebat, usahakan tidak menggunakan kata-kata seperti 'selalu' dan 'tidak pernah'. Melakukan percakapan dengan kata-kata seperti itu justru malah semakin memperburuk keadaan dan membuat Anda serta pasangan sulit menemukan jalan keluar.

2. Tangani Masalah dengan Tenang dan Lembut
Jika suatu saat Anda ingin berbicara dengan sang suami mengenai hal yang mengganggu, awali pembicaraan melalui email atau telepon. Katakan padanya apa yang ingin dikatakan dan jelaskan bagaimana perasaan Anda ketika menghadapi masalah tersebut. Lalu tanyakan pada pasangan apakah besok atau lusa merupakan waktu yang tepat untuk membahas masalah Anda berdua.

3. Jangan Bawa Masalah ke Atas Tempat Tidur
Sebesar apapun konflik Anda dan pasangan, usahakan untuk tidak membawa masalah itu ke atas tempat tidur. Jadikanlah tempat tidur sebagai 'zona netral'. Jika Anda ingin bercinta sebagai 'permohonan maaf' setelah berdebat, yang harus Anda lakukan adalah mengatakan "Saya merasa bersalah" atau "Saya berusaha untuk tidak mengulanginya lagi."

Eya – wolipop.com




Saat Suami Mau Sex Menyi
img




Tidak sedikit istri yang memiliki pasangan dengan kebiasaan seks menyimpang. Penyimpangan itu biasa disebut ekshibisionis.
 
Perilaku seks seseorang dikatakan menyimpang karena tindakan yang dilakukan tidak dapat diterima oleh kebanyakan orang dan seringkali menimbulkan ketidaknyamanan. Apa saja contohnya?

"Misalnya laki-laki yang mempertontonkan alat kelaminnya pada perempuan yang lewat di depannya, laki-laki ini akan mendapat kepuasan seksual dengan melakukan hal itu namun bagi perempuan perbuatan ini sangat mengganggu," jelas konsultan seks wolipop, dr. Vanda Mustika.


Selain itu, seorang pria yang kerap minta berhubungan seks dengan pintu atau jendela terbuka juga dapat dikaterogikan menyimpang. Hal itu karena dia seolah-olah ingin aktivitasnya itu dilihat orang lain.


Bagaimana jika suami mengajak istrinya melakukan seks yang menyimpang itu? Menurut dr. Vanda perlu strategi khusus untuk membicarakannya agar tidak menyinggung perasaan suami.

Sebelum bicara pada suami, Anda juga perlu menegaskan pada diri sendiri. Tanyakan pada diri sendiri, apakah Anda merasa terganggu dengan permintaan suami tersebut. Jika Anda tidak nyaman, Anda harus mulai melakukan cara untuk mengatasi penyimpangan seksual suami tersebut.

"Pertama-tama bicarakan terlebih dulu secara terbuka dengan suami," ujar dr. Vanda,

Saat mengobrol dengannya, usahakan Anda tidak langsung memberikan penilaian yang buruk. Tanyakan padanya apa yang membuat suami menyukai aksi seks tersebut. Setelah tahu penyebabnya, baru katakan kalau Anda tidak merasa nyaman untuk melakukannya. Jelaskan juga pada suami dampak dari aktivitas seks yang menyimpang itu.

Kalau ternyata pasangan sulit untuk menghentikan kebiasaannya tersebut, dr. Vanda menyarankan Anda dan suami berkonsultasi ke psikiater atau dokter ahli jiwa. Mereka dapat membantu dan mencarikan solusi yang tepat atas masalah Anda dan suami














Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bisnis Dahsyat tanpa modal Get cash from your website. Sign up as affiliate.